Brand visibility adalah sebuah konsep yang harus selalu diutamakan oleh perusahaan. Mengapa demikian? Sebab, dengan brand visibility yang baik, perusahaan akan menjadi lebih unggul dibandingkan pesaingnya karena adanya peningkatan brand awareness. Nah, memangnya, apa sih yang dimaksud dengan brand visibility? Bagaimana cara untuk meningkatkannya? Yuk, simak selengkapnya dalam rangkuman Glints berikut ini. Baca Juga Mampu Membuat Brand Lebih Dikenal, Ketahui Apa Itu Publisitas Apa Itu Brand Visibility? © Melansir Entrepreneur, brand visibility adalah satu-satunya pesan paling kuat yang dapat diterima konsumen dari perusahaan. Pesan yang disampaikan ini akan menggambarkan bahwa produk yang dimiliki perusahaan itu berkualitas dan dapat dipercaya oleh para customer. Brand visibility berfungsi untuk mendorong dan memotivasi pelanggan untuk melihat produk serta layanan dari brand. Membentuk brand visibility bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu, brand manager biasanya akan menyewa berbagai agensi, di mana mereka akan membentuk pesan pada platform mainstream seperti televisi, radio, dan media online lainnya. Akan tetapi, bentuk dari logo, slogan, foto, tweet, posting, dan iklan perusahaan harus selalu konsisten. Nah, dalam upaya menciptakan konsistensi, perusahaan akan membentuk pesan yang sesuai dengan tujuan brand mereka. Perusahaan juga biasanya akan menyampaikan beberapa detail mengenai misi mereka dengan membangun brand. Perusahaan maka perlu meninjau manfaat dan sorotan produk atau layanan yang mereka tawarkan. Mereka juga wajib meninjau aspek-aspek yang membuat brand terlihat unik, seperti budaya perusahaan dan motif bisnis perusahaan. Kelak, seluruh elemen ini akan dirangkum dan dibentuk sebagai template pesan yang nantinya akan dikonsumsi oleh publik. Dengan itu, brand akan dilihat oleh publik dan calon pelanggan setelah di-share, dibaca, dan dilihat di media sosial serta media tradisional. Cara Meningkatkan Brand Visibility © Seperti yang sudah Glints jelaskan, brand visibility adalah sebuah aspek yang perlu diutamakan perusahaan. Kendati demikian, perusahaan perlu melakukan perencanaan yang matang agar brand visibility mereka terus meningkat. Berikut adalah pemaparan mengenai cara-cara terbaik yang bisa dilakukan perusahaan untuk meningkatkan brand visibility. 1. Melalui pengiklanan secara berkala Melansir Marketing91, cara pertama untuk meningkatkan brand visibility adalah dengan meluncurkan iklan secara berkala. Iklan bisa disebarkan dalam bentuk TVC atau dalam siaran radio. Mereka juga bisa dicetak dalam majalah, dimuat dalam blog, atau di platform lain dimana target audiens brand dapat ditemukan. Dengan inisiatif iklan secara berkala, pelanggan menjadi lebih akrab dengan pesan brand dan dapat terpengaruh secara emosional dengan produk atau layanan perusahaan. Baca Juga Mampu Tingkatkan Brand Awareness secara Efektif, Ketahui Apa Itu Microsite 2. Dengan benar-benar melihat brand digunakan di pasar Cara terbaik untuk meningkatkan nilai brand adalah dengan benar-benar melihat bahwa produk digunakan oleh para pelanggan. Contohnya adalah penggunaan mobil GM dalam film âTransformersâ. Calon pembeli dapat melihat aksi mobil GM dalam film, dan keinginan untuk membeli mobil itu secara langsung tercipta. Demikian pula dengan penggunaan device Vivo dalam film âAvengers Civil Warâ. Setiap kali penonton melihat pahlawan favorit mereka menggunakan brand tersebut, rasa ingin membeli produk akan terbentuk dengan seketika. Semua perasaan ini hadir karena adanya anggapan bahwa brand-brand tersebut terjamin kualitasnya karena digunakan oleh film-film box office. 3. Melalui strategi marketing word of mouth Cara terbaik berikutnya untuk meningkatkan brand visibility adalah dengan menerapkan strategi marketing word of mouth. Alasannya sederhana, promosi word of mouth mungkin adalah salah satu bentuk strategi pemasaran terkuat. Mengapa demikian? Pasalnya, tidak ada yang akan menghentikan percakapan mulut dari mulut. Contohnya, sahabat kamu mengatakan bahwa dia menikmati produk dari perusahaan A, atau adanya perubahan positif sejak rekan kerja mulai menggunakan produk perusahaan B. Ketika brand visibility meningkat, promosi word of mouth juga semakin meningkat. Orang-orang akan lebih sering membicarakan brand perusahaan. Mengapa Brand Visibility Penting? © Di dunia yang sudah serba online, brand visibility yang baik adalah satu-satunya cara untuk tetap bertahan dalam persaingan. Bila dibandingkan dengan dunia nyata, brand visibility tinggi setara dengan lokasi toko yang nyaman di mana pelanggan banyak ditemukan. Nah, apa lagi sih hal-hal yang membuat brand visibility begitu penting? Menurut Kaye Putnam, berikut penjelasannya. visibilitas adalah kunci untuk pertumbuhan brand cara mudah meraih data tentang audiens visibilitas yang baik bisa membentuk pengakuan mengenai kualitas meningkatkan brand loyalty meningkatkan pangsa di pasar dan penjualan Baca Juga Mengenal Brand Evangelist dan Mengapa Setiap Perusahaan Harus Memilikinya Itu dia serba-serbi brand visibility yang telah Glints rangkum untukmu. Intinya, brand visibility adalah sebuah aspek yang dapat membuat perusahaan unggul di antara pesaingnya. Bila dieksekusi dengan matang, dijamin brand dan perusahaan dapat meraih untung yang lebih dari prediksi awal. Untuk pengetahuan lainnya seputar brand dan pemasaran, kamu bisa lho mengikuti kelas di Glints ExpertClass. Pada kelas kategori marketing, para pemasar dan pakar lainnya siap membagikan ilmu mereka untukmu. Jangan sampai tertinggal. Yuk, daftar di Glints sekarang! Brand Visibility Techniques and Tactics How Brand Visibility Increases Brand Equity?
KajianKajian Berkaitan Dengan Aspek-Aspek Kemahiran Employability Yang Diperlukan Oleh Para Majikan Industri: format: Article: author: Buntat, Yahya Rajuddin, Mohd Rashid: author_facet: Buntat, Yahya Rajuddin, Mohd Rashid: author_sort: Buntat, Yahya: title: Kajian-Kajian Berkaitan Dengan Aspek-Aspek Kemahiran Employability Yang Diperlukan Oleh
Translationsin context of "BERKAITAN DENGAN BERBAGAI ASPEK" in indonesian-english. HERE are many translated example sentences containing "BERKAITAN DENGAN BERBAGAI ASPEK" - indonesian-english translations and search engine for indonesian translations.ArticlePDF Available Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. 123Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Submitted March 2020, Accepted April 2020, Published April 2020ISSN 2548-3242 printed, ISSN 2549-0079 online. Website Detta Rahmawan, Universitas Padjadjaran. Jalan Raya Bandung-Sumedang Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, 45363. Email detta aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan1, Jimi Narotama Mahameruaji2, Preciosa Alnashava Janitra31,2,3Universitas Padjadjaran, Bandung, IndonesiaABSTRAKSetidaknya dalam satu dekade terakhir, mayoritas masyarakat Indonesia sangat antusias mengadopsi beragam platform digital seperti media sosial dan aplikasi pesan instan. Pesatnya penetrasi teknologi ini juga kerap dibungkus dalam narasi techno-utopianism terutama dalam kaitannya dengan harapan akan pertumbuhan perekonomian digital di Indonesia. Meskipun demikian, pemanfaatan platform digital juga perlu dilihat pada konteks penguatan demokrasi, dan perubahan sosial di masyarakat. Dalam hal ini, aktivisme digital, atau peran teknologi digital dalam berbagai gerakan sosial di Indonesia menjadi penting untuk diamati. Penelitian ini menggunakan studi literatur untuk menganalisis secara kritis beragam studi terkait aktivisme digital serta memberikan ulasan terkait konsep aksesibilitas, visibilitas, popularitas dan ekosistem aktivisme sebagai mekanisme yang mendasari praktik aktivisme digital Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep aksesibilitas memaparkan faktor ketersediaan infrastruktur digital serta kesiapan masyarakat dalam menerima praktik aktivisme. Selanjutnya, ide terkait visibilitas dan popularitas memperlihatkan bahwa praktik aktivisme digital selalu berkaitan dengan algoritme dan metrics yang mendasari bagaimana media digital bekerja, sehingga, pelaku aktivisme digital perlu melakukan adaptasi agar aktivisme dapat menjadi âterlihatâ visible dan âpopulerâ pada khalayak yang tepat tanpa menghilangkan esensi dan substansi dari aktivisme tersebut. Sangat penting untuk melihat ekosistem aktivisme secara komprehensif dan holistis, dengan tidak hanya memperhatikan faktor teknologi, namun juga faktor kondisi sosial dan budaya serta konteks historis dari aktivisme dan berbagai gerakan sosial yang muncul, berkembang dan menyebar di kunci aktivisme digital; gerakan sosial; media digital; demokrasi; IndonesiaDigital activism strategies in Indonesia accessibility, visibility, popularity and the ecosystem of activismABSTRACTAt least in the last decade, most people in Indonesia have been very enthusiastic about adopting various digital platforms such as social media and instant messaging applications. Penetration of these technologies is also often wrapped in a techno-utopian narrative, especially related to the expectations of digital economic growth in Indonesia. However, the use of digital platforms also needs to be seen in terms of how it has potentials in strengthening democracy, one of which is related to digital activism, or the role of digital technology in various social movements in Indonesia. This research aims to study digital activism and proposes the concepts of accessibility, visibility, popularity and the activism ecosystem as the main mechanism underlying digital activism practices. The research was conducted using Literature review method. The results show that the concept of accessibility explains the availability of digital infrastructure and peopleâs readiness to exposed by the practice of activism. Furthermore, the concepts of visibility and popularity show that the practice of digital activism is always related to the algorithms and metrics that underlie how digital media works. Thus, the actors related to digital activism need to ensure that their activism practices can becomes âvisibleâ and âpopularâ for the right audience without losing its substance. Finally, it is very important to look at the activism ecosystem in a comprehensive and holistic manner, and not only consider technological factors, but also socio-cultural conditions and the historical context of activism and various social movements that emerge, develop and spread in the digital activism; social movements; digital media; democracy; Indonesia 124 Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava JanitraPENDAHULUAN Industri media di Indonesia selama tiga puluh tahun berada dalam cengkeraman Soeharto dan kroninya untuk menjadi alat propaganda dan melanggengkan kekuasaan. Pengendalian terhadap media sebagai arus informasi juga dilakukan oleh Soeharto dengan pembungkaman terhadap jurnalis dan juga media yang melakukan kritik terhadap pemerintahan. Kondisi ini berubah ketika era reformasi dimulai, dengan perubahan signiîżkan yang terjadi dalam dunia pers atau jurnalistik, dan juga pada industri media Nugroho, Putri, & Laksmi, 2012; Nugroho, Siregar, & Laksmi, 2012.Sejarah reformasi 1998 di Indonesia memperlihatkan salah satu bukti keberhasilan aktivisme dan gerakan sosial yang diperantarai oleh teknologi digital, meskipun teknologi yang digunakan tentu belum secanggih teknologi digital yang ada saat ini. Pergerakan di era reformasi memperlihatkan bagaimana sirkulasi dan ampliîżkasi informasi subversif dapat beredar di luar dari jaringan distribusi media arus utama. Informasi inilah yang kemudian menjadi bahan bakar dari simpul-simpul gerakan yang pada akhirnya dapat menjelma menjadi gelombang perubahan yang besar, seperti digambarkan Lim sebagai berikutâInternet pada akhirnya, membantu menguatkan gerakan mahasiswa anti-Suharto pada tahun 1998. Para mahasiswa Menggabungkan aktivisme online dan oîżŸine, menggunakan berbagai cara komunikasi yang tidak dikontrol secara terbuka oleh pemerintah telepon, faks, telepon seluler, dan khususnya e-mail para siswa dan berbagai pihak lain melakukan mobilisasi banyak orang untuk datang ke jalan-jalan dan menempati taman, plaza, dan bagian depan gedung-gedung pemerintah untuk memaksa Presiden Soeharto untuk mundurâ Lim, 2019, hal. 484.Setelah berakhirnya orde baru, Indonesia menghadapi masa reformasi yang berimplikasi pada terjadinya beberapa perubahan krusial dalam konteks industri telekomunikasi informatika dan konvergensi media. Upaya untuk melakukan pembangunan dalam bidang infrastruktur teknologi sebenarnya telah dilakukan oleh negara melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika Kominfo sejak tahun 2010. Kendati demikian, proyek tersebut menghadapi berbagai kendala seperti permasalahan birokrasi, pemetaan akses, bahkan korupsi yang terjadi di dalam Kominfo Wahyuni, 2013. Keterjangkauan harga telepon pintar, harga paket berlangganan internet yang ditawarkan oleh operator seluler, serta meningkatnya jumlah tempat yang menyediakan layanan koneksi wi-îż di berbagai daerah di Indonesia juga turut mewarnai perkembangan pemanfaatan Indonesia, penetrasi teknologi digital senantiasa mendapatkan sambutan yang positif, khususnya oleh para pelaku usaha yang 125Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava Janitramenganggap bahwa teknologi digital berpotensi menjadi katalis bagi ekonomi digital Rajan Anandan, Sipahimalani, Saini, Aryasomayajula, & Smittinet, 2018. Hal ini juga didukung oleh kenyataan bahwa beberapa perusahaan media sosial media global mengidentiîżkasi Indonesia sebagai salah satu negara yang penting untuk pemasaran produk-produk mereka. Banyaknya jumlah penduduk yang berkontribusi terhadap akselerasi dalam bidang ekonomi digital, membuat Indonesia dilihat sebagai negara potensial bagi para pebisnis teknologi digital untuk menginvestasikan modalnya Freischlad, 2017; Rajan Anandan et al., 2018. Namun, perkembangan teknologi yang terjadi di Indonesia tidak dapat hanya dilihat dari perspektif ekonomi. Pemanfaatan teknologi di Indonesia, sebagai salah satu negara besar di Asia Tenggara, perlu ditelaah dalam kaitannya dengan tujuan sosial, yang dapat mencakup pemberdayaan masyarakat, inovasi dalam konteks edukasi, mengatasi ketimpangan ekonomi, menyelesaikan isu hak asasi manusia, hingga gerakan-gerakan sosial lain secara luas yang membantu mewujudkan keadilan sosial, kemakmuran serta iklim demokrasi yang sehat. Hal-hal tersebutlah yang menjadikan aktivisme digital menjadi semakin relevan dan penting untuk dikaji secara ini bertujuan untuk menelusuri berbagai literatur dan kajian pustaka yang mampu memberi penelaahan terkait konsep aktivisme digital, serta bagaimana praktik ini dilakukan di Indonesia dengan berbagai peluang, hambatan dan tantangan yang ada. Analisis hasil penelitian ini akan dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut Bagian pertama berisi ulasan terkait konsep historis dan perdebatan kunci terkait aktivisme digital secara global. Setelah itu, bagian selanjutnya akan memaparkan secara konseptual beragam praktik aktivisme digital dan gerakan sosial di Indonesia. Selanjutnya, secara berturut-turut penelitian ini mengeksplorasi dan menawarkan konsep aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivisme di Indonesia sebagai mekanisme yang relevan untuk dianalisis lebih lanjut dalam wacana aktivisme digital di PENELITIANMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur tentang konsep, teori, hingga studi kasus terkait dengan fenomena aktivisme digital, yang diulas dalam berbagai sumber dan bersifat multidisipliner. Studi literatur mendalam terkait sebuah konsep telah dilakukan oleh beberapa penulis dalam jurnal ini yaitu pada artikel yang membahas Model pemrosesan informasi Gregory Bateson dalam pendekatan sibernetis Priyadharma, 2019 dan pada artikel lain yang berisi ulasan tentang 126 Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava JanitraChinese Harmony Communication Theory Mirawati & Karimah, 2018. Untuk memulai ulasan terkait aktivisme digital, penelitian ini akan membahas salah satu publikasi utama terkait aktivisme digital yang paling banyak dikutip yaitu Digital Activism Decoded the New Mechanics of Change Joyce, 2010a, sebelum kemudian melakukan berbagai penelusuran lain dalam literatur yang berasal dari negara-negara maju seperti Amerika dan berbagai negara di Eropa. Setelah itu, penelusuran juga dilakukan dengan melihat kasus-kasus di negara berkembang dan lebih spesiîżknya lagi di Asia seperti dalam publikasi bertajuk Digital Activism in Asia Reader Lim, 2019; Nishant, Puthiya, & Sumandro, 2015, serta berbagai literatur yang spesiîżk membahas aktivisme digital di Indonesia Lim, 2013, 2017; Postill & Saputro, 2017; Rahmawan, 2018; Suwana, 2019. Secara khusus, penelitian ini memberikan penelaahan secara kritis tentang bagaimana praktik aktivisme digital berkaitan dengan konsep aksesibilitas, visibilitas, popularitas dan ekosistem media DAN PEMBAHASANKonsep aktivisme digital muncul ketika teknologi dapat dimanfaatkan untuk mendorong berbagai aktivitas masyarakat sipil terutama dalam konteks negara demokrasi. Selama beberapa tahun terakhir, berbagai pihak di seluruh dunia telah menjadi semakin sadar dan tertarik pada potensi penggunaan teknologi digital â mulai dari perangkat keras seperti ponsel dan perangkat lunak pendukung, seperti Internet, dan media sosial misalnya dalam konteks kampanye untuk perubahan sosial dan politik. Praktik-praktik ini lalu dideîżnisikan dan dipopulerkan sebagai âaktivisme digitalâ. Fenomena ini kemudian muncul juga di berbagai negara di dunia, dicermati dan diberitakan di media-media oleh para jurnalis, diulas oleh para pengamat politik, secara antusias telah dipelajari oleh para peneliti dan akademisi dari berbagai latar belakang disiplin yang berbeda. Selain itu, hal ini juga dipelajari oleh para juru kampanye profesional yang tertarik dengan dunia digital, dengan tujuan utamanya tidak hanya terkait dengan keinginan untuk memahami fenomena aktivisme, namun juga mengeksplorasi kemungkinan untuk mencari strategi dan taktik seperti apa yang kemudian dapat secara efektif mencapai tujuan dari sebuah praktik aktivisme Joyce, 2010a.Akan tetapi, dalam upaya untuk memahami aktivisme digital, yang terjadi kemudian adalah fenomena aktivisme sering direduksi menjadi anekdot dan studi kasus yang terbatas dan sangat spesiîżk, serta juga mayoritas terjadi dalam konteks gerakan politik. Contoh dari fenomena tersebut adalah, ketika membicarakan aktivisme digital, banyak sekali rujukan yang 127Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava Janitrasempit dan terbatas karena penggunaan dan relevansi berbagai alat, strategi dan taktik digital akan terus berubah. Berbagai literatur telah menyerukan untuk beralih dari anekdot dan studi kasus yang hanya memperlihatkan apa yang terjadi dan terlihat secara luas di permukaan misalnya saja dari penggambaran yang dikemas di media kepada âlandasan mekanisâ, âfaktor kontekstualâ, ânilaiâ, maupun âstruktur sosialâ yang memungkinkan aktivisme digital terjadi Joyce, 2010a; Lim, 2019. Pemahaman terkait hal-hal ini akan secara fundamental mengungkap bagaimana teknologi digital, dalam hal ini, misalnya, dianggap dapat menciptakan ruang-ruang publik baru untuk proses komunikasi, dan interaksi yang terjadi secara demokratis dan organik, untuk memecahkan berbagai permasalahan publik, serta menyuarakan dan mengampliîżkasi kepentingan publik yang riil di masyarakat Friedland, Hove, & Rojas, 2006; Lim, 2003. Terminologi dan frasa âaktivisme digitalâ juga hingga kini masih menjadi perdebatan secara akademis. Meskipun demikian, âdigitalâ dalam hal ini disepakati sebagai potensi kecepatan, reliabilitas, skala, dan biaya rendah yang ditawarkan teknologi digital, dan hal ini memungkinkan terjadinya perluasan jangkauan dan ruang lingkup aktivisme kontemporer. Istilah aktivisme digital kemudian dapat merujuk pada serangkaian kegiatan ataupun kampanye membahas kisah Barack Obama di Amerika Serikat, yang menggunakan situs jejaring sosial Facebook untuk memobilisasi sukarelawannya, terutama yang berusia muda. Aktivisme digital juga kerap melihat kisah inspiratif kontribusi media sosial pada eskalasi protes politik yang dapat menggulingkan penguasa otoriter, seperti pada fenomena revolusi di negara-negara Arab yang disebut dengan Arab Spring Joyce, 2010a. Anekdot dan studi kasus ini kemudian diberitakan, dipuji, dan juga telah dikritik secara luas. Beberapa pelajaran dan praktik terkait aktivisme digital telah coba diekstraksi untuk dapat diterapkan ke kampanye lain. Namun faktanya, tentu replikasi ini tidak dapat secara langsung digunakan dalam kondisi sosial yang kompleks dan terfragmentasi Joyce, 2010b. Hal ini dijelaskan sebagai berikutâKonteks aktivisme digital mengacu pada teknologi digital yang digunakan dalam kampanye dan aktivisme tertentu dan pada konteks ekonomi, sosial, dan politik [di mana] penggunaan teknologi tersebut terjadi. Infrastruktur teknologi digital kombinasi dari jaringan, kode, aplikasi, dan perangkat yang membentuk infrastruktur îżsik aktivisme digital adalah titik awal tetapi bukan titik akhir. Perbedaan dalam faktor ekonomi, sosial, dan politik pada akhirnya [akan] mengubah cara aktivis menggunakan teknologi iniâ Joyce, 2010b, hal. 2.Jika kajian terkait aktivisme digital terlalu berfokus pada anekdot dan studi kasus yang âpopulerâ di media, pemahaman terkait aktivisme digital dikhawatirkan akan terlalu 128 Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava Janitrayang menggunakan teknologi dan jaringan digital secara komprehensif dan eksklusif. Komprehensif dalam hal ini mencakup semua praktik kampanye sosial dan politik yang menggunakan infrastruktur jaringan digital; eksklusif berarti tidak termasuk bentuk-bentuk praktik aktivisme lain yang menggunakan teknologi, namun tidak tersambung dalam sebuah infrastruktur jaringan digital Joyce, 2010a.Bagian pertama dari analisis pada penelitian ini akan mengulas tentang aktivisme digital dan partisipasi publik. Aktivisme digital dikatakan dapat berpotensi meningkatkan partisipasi publik dalam sebuah gerakan sosial, dan contoh dari praktik ini telah terjadi pada berbagai negara di dunia. Akan tetapi, apakah seluruh kegiatan yang dilakukan publik secara online dapat dilihat sebagai âpartisipasiâ? Perdebatan terkait hal-hal apa saja yang dapat diakui sebagai partisipasi publik telah dilakukan oleh para pengkaji aktivisme digital. Terdapat pihak yang skeptis bahwa menulis opini, berbagi berita politik, perdebatan panas dalam forum-forum online, maupun menulis dan membagikan petisi online adalah bentuk dari aktivisme. Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya istilah-istilah peyoratif seperti click activism, slacktivism, maupun keyboard activism. Di sisi lain, terdapat argumen bahwa praktik aktivisme yang diperantarai oleh komunikasi dan interaksi secara online tetap harus menghasilkan gerakan masal, protes di jalanan, ataupun berbagai kegiatan lain yang bersifat oîżŸine Lim, 2013. Akan tetapi, pada titik inilah akademisi seperti Paolo Gerbaudo justru mengingatkan bahwa aktivisme digital tidak boleh direduksi menjadi selalu bernuansa tekno-determinis yang sekadar dapat dievaluasi keberhasilannya lewat adanya praktik mobilisasi massa ataupun praktik lain yang âjelasâ terlihat dan pada umumnya menjadi bahan pemberitaan media Gerbaudo, 2017. Dalam hal ini para pengkaji aktivisme digital memperlihatkan sikap skeptisnya karena selama tahun 2011 dan 2012, pemberitaan di media-media berita arus utama besar di Amerika dan Eropa kerap membangun wacana bahwa media sosial seperti Facebook dan Twitter menjadi faktor utama penyebab tumbangnya rezim-rezim otoriter pada beberapa negara Afrika dan Timur Tengah. Media juga dengan cepat mengampliîżkasi istilah popular seperti âArab Springâ dengan kacamata pemberitaan yang bernada optimistis bahwa ârevolusi secara digitalâ telah terjadi. Tidak hanya tentang Arab Spring, gerakan-gerakan sosial setelahnya, seperti gerakan massa di Hongkong yang terkenal dengan istilah âUmbrella Movementâ, hingga gerakan reformasi politik di Malaysia âBersih Movementâ juga diberitakan dengan nada yang meng-gloriîżkasi peran media sosial 129Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava JanitraLim, 2018. Dalam konteks inilah diperlukan analisis yang lebih mengeksplorasi bagaimana konteks sosial budaya dan politik lokal juga adalah bagian penting dalam sebuah aktivisme digital yang menghasilkan mobilisasi massa. Memudarnya analisis yang berusaha untuk lebih jauh menggali konteks lokalitas ini dapat membuat penggambaran praktik aktivisme menjadi ahistoris. Padahal, aktivisme digital tentu tidak dapat lepas dari nuansa ekonomi-politik yang melingkupi praktik-praktik penggunaan teknologi serta kompleksitas jaringan lokal dan kaitannya dengan jaringan global dalam sebuah gerakan. Analisis aktivisme digital juga perlu untuk selalu mengelaborasi peran aktor, atau manusia human agency yang berada di balik teknologi TrerĂ©, Jeppesen, & Mattoni, 2017.Dalam praktik aktivisme, teknologi digital tidak hanya dilihat sebagai sarana untuk âberbicara secara lebih cepat dan luasâ namun juga untuk âmendengarkan secara lebih seksama dan mendalamâ secara digital. Karpf mengeksplorasi isu ini dalam konsepnya âanalytic activismâ, yang lebih melihat bagaimana para aktivis dapat mengubah data yang berserakan di internet menjadi sumber daya yang berharga untuk memperbaharui strategi dan taktik yang dapat dilakukan oleh sebuah organisasi Karpf, 2018. Hal-hal yang dimungkinkan terkait dengan teknologi digital ini seperti; pengelolaan reputasi organisasi, mempermudah komunikasi dan koordinasi antar pihak dan aktor yang terlibat dalam sebuah gerakan sosial, memfasilitasi proses penggalangan dana, pendanaan kegiatan rutin, pengumpulan anggota, dan menambah variasi dalam melakukan strategi dan taktik organisasi dalam menyampaikan pesan kepada pihak luas. Berbagai hal yang telah disebutkan ini adalah variabel yang tersembunyi dan sering kali vital dalam keberhasilan maupun kegagalan proses aktivisme Karpf, 2016. Utilitas teknologi digital juga dapat dilihat dalam konteks bagaimana organisasi dapat memiliki akses pada sejumlah besar data terkait isu-isu yang mereka peduli, dan bagaimana masyarakat luas membicarakan, mendiskusikan, hingga mungkin membantah isu tersebut. Kajian terhadap aktivisme digital yang hanya berfokus pada aspek teknologi cenderung terbatas pada bias optimistik, yakni melihat platform media sosial sebagai teknologi yang membuka ruang-ruang publik demokratis. Faktanya, media sosial justru rentan untuk menjadi objek manipulasi terutama oleh berbagai pihak yang memiliki kepentingan untuk menyebarkan kebencian, prasangka emosi negatif. Salah satu contoh nyata dalam konteks di Indonesia yaitu algoritme media sosial ternyata turut mendukung pembentukan kelompok-kelompok yang kemudian saling 130 Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava Janitramenyerang ketimbang melakukan diskusi dalam lingkungan yang sehat Lim, 2017. Karena itu, diperlukan analisis komprehensif terhadap aktivisme digital dengan berbagai perspektif multidisipliner agar dapat keluar dari jebakan bias techno-determinism Lim, 2018. Selanjutnya, akan digambarkan beberapa studi terkait aktivisme digital di Indonesia. Gambaran mengenai aktivisme digital di Indonesia dapat diamati melalui riset berjudul âksi Wargaâ. Riset yang dilakukan oleh Yanuar Nugroho setelah reformasi ini memetakan beragam penggunaan media digital oleh organisasi masyarakat sipil Indonesia. Hasil riset menunjukkan bahwa media sosial berperan penting untuk perubahan jika media ini diadopsi dan dimanfaatkan oleh organisasi masyarakat sipil dengan tepat, strategis, serta efektif Nugroho, 2011. Referensi lain yang juga berfokus pada aktivisme digital dari Lim menggambarkan bagaimana aktivisme digital menjadi gerakan sosial yang subversif dan tumbuh secara organik di tengah masyarakat. Riset ini menunjukkan peran signiîżkan internet dalam menyatukan masyarakat sipil dalam identitas kolektif yang bertujuan âmelawanâ tekanan pemerintahan Soeharto. Selain identitas kolektif dalam reformasi, studi kasus lain terkait aktivisme digital juga ditunjukkan oleh konîik yang terjadi antara Prita Mulyasari dan Rumah Sakit Internasional Omni Hospital serta kasus âCicak vs Buayaâ yang melibatkan aktivis antikorupsi, masyarakat, dan pihak kepolisian Lim, 2013. Sementara itu, kajian lain membuat kategori terkait nuansa aktivisme digital di Indonesia yang sering muncul, yaitu korbanâ, ârelawanâ dan âsuaraâ. Ketiga kategori ini dapat diamati pada kasus Prita Mulyasari dalam posisinya sebagai korban Undang-Undang terkait Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE, gerakan relawan kawal pemilu pada pemilihan presiden di tahun 2014, serta situs Suara Papua yang dapat dijadikan contoh pemanfaatan media digital untuk menyuarakan pandangan alternatif terkait Papua Postill & Saputro, 2017. Di samping aspek politik, studi mengenai aktivisme digital di Indonesia dalam konteks komunitas online juga telah dilakukan. Salah satu studi misalnya berfokus pada komunitas âKaskuserâ di Solo, Jawa Tengah yang terlibat dalam pergerakan sosial walaupun anggota komunitas tidak menyatakan bahwa mereka adalah aktivis. Riset ini menunjukkan dinamisnya relasi online-oîżŸine dan bagaimana faktor kebudayaan masyarakat turut berperan Seto, 2017. Pada kajian lain yang dilakukan oleh Suwana 2019 terhadap gerakan âSaveKPKâ, digambarkan faktor internal yang terkait dengan motivasi partisipasi anak muda dalam gerakan tersebut. Faktor internal yang dimaksud misalnya keinginan mengirimkan 131Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava Janitrainformasi yang terpercaya, mempertahankan eksistensi dan citra KPK, kepercayaan untuk berpartisipasi dalam transformasi sosial dan politik, serta orientasi terhadap sistem politik yang lebih baik Suwana, 2019. Aktivisme digital telah menciptakan peluang baru yang mendukung partisipasi anak muda dalam perubahan sosial. Terkait hal ini, aktivisme dan partisipasi politik juga dapat dipandang sebagai ekspresi anak muda. Kegagalan mewujudkan ruang publik yang sehat dan demokratis antar anak muda berpotensi menumbuhkan kooptasi kekuatan lain terhadap ruang tersebut. Adapun kekuatan tersebut dapat berupa propaganda pemerintah yang manipulatif, gerakan konservatif yang irasional, hingga ekstremisme yang cenderung anti terhadap beragam bentuk kemajuan masyarakat yang demokratis Rahmawan, 2018. Aktivisme digital bukanlah sebuah fenomena tercipta dalam ruang vakum. Setiap praktik aktivisme akan menorehkan keberhasilan, kegagalan, peluang, tantangan, maupun hambatan, yang berbeda. Pada bagian selanjutnya, akan dipaparkan berbagai argumen terkait konsep-konsep krusial terkait bagaimana aktivisme digital terutama dalam konteks Indonesia, dapat tumbuh, berkembang, tersebar, dan menghasilkan gerakan yang konkret dan pertama yang akan dibahas adalah terkait aksesibilitas pada praktik aktivisme digital. Aktivisme digital akan selalu terkait dengan infrastruktur jaringan digital. Praktik aktivisme ini membutuhkan perangkat yang saling berhubungan dan secara teknis menggunakan kode-kode biner dalam pertukaran informasi. Aktivisme digital membutuhkan jaringan untuk melakukan distribusi informasi dan membuat konektivitas antara pusat gerakan kepada simpul-simpul gerakan lain. Infrastruktur telekomunikasi membuat sejumlah warga negara dapat lebih mudah terhubung satu sama lain, saling mengirim dan menerima pesan, serta mengoordinasikan tindakan terkait sebuah gerakan politik maupun gerakan sosial. Perbedaan ketersediaan jaringan dari satu negara ke negara lain memperlihatkan bagaimana faktor infrastruktur, ekonomi, sosial, dan politik mengarah pada praktik aktivisme digital yang berbeda. Pada negara maju yang jaringannya mayoritas terbangun oleh infrastruktur kabel modern, seperti serat optik, tentu terdapat jaminan akan koneksi internet yang cepat dan membuat praktik aktivisme digital dengan berbagai bentuk dan variasi dapat dilakukan secara lebih leluasa. Masyarakat di negara ini juga memiliki potensi untuk lebih berpartisipasi dalam aktivisme digital karena aksesibilitas terhadap biaya dan kualitas koneksi internet yang tersedia untuk mereka Joyce, 2010b. 132 Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava JanitraDi Indonesia, meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini pembangunan infrastruktur terus dilakukan dan diharapkan menjadi salah satu jembatan yang dapat mengurangi ketimpangan dalam masyarakat Indonesia, faktanya kesenjangan akses dan ketersediaan infrastruktur digital jelas masih terjadi Hadi, 2018the gap of rural-urban internet access remains a great challenge. As reported in the 2016 Information and Communication Technology ICT. Kesenjangan infrastruktur digital di Papua, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tengah masih menjadi faktor utama yang menghambat penerimaan dan pemanfaatan inovasi digital secara merata Ariyanti, 2013. Data lain di tahun 2018 juga memperlihatkan bahwa Papua, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Aceh, Lampung, dan Kalimantan Barat masih tercatat sebagai daerah dengan indeks pembangunan teknologi informasi dan komunikasi IP-TIK paling rendah Badan Pusat Statistik, 2018. Dengan tingkat kesenjangan yang tinggi antara pulau Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia, bukanlah sebuah kebetulan apabila apa yang kemudian tercatat sebagai praktik aktivisme digital di Indonesia mayoritas berada di pula ini berbanding lurus dengan fakta bahwa aksesibilitas masyarakat kepada berbagai bentuk inovasi digital masih sangat terpusat di pulau Jawa. Aksesibilitas terkait infrastruktur juga membuat masyarakat Indonesia memiliki pola penggunaan perangkat teknologi digital yang cenderung berbasiskan teknologi broadband dan bersifat mobile. Fakta bahwa mayoritas pengguna internet di Indonesia melakukan akses internet menggunakan telepon genggam tentu juga berpengaruh dalam hal pola pencarian dan penerimaan informasi yang mereka miliki. Salah satunya terkait dengan popularitas media telah dikenal sebagai negara yang sangat aktif menggunakan media sosial. Kota Jakarta dan Bandung di tahun 2012 memiliki pengguna Twitter yang paling aktif di dunia Semiocast, 2012. Selain itu, jumlah pengguna Facebook, di Indonesia, juga tercatat sangat tinggi. Bahkan berbagai liputan media memberikan anekdot bahwa meskipun bagi beberapa masyarakat daerah terpencil di Indonesia akses listrik merupakan sebuah kemewahan, ternyata hal ini tidak menyurutkan minat mereka untuk membuat dan menggunakan Facebook Ryssdal, 2014. Kepopuleran ini juga membuat ada anggapan dari masyarakat banyak bahwa Facebook adalah Internet karena akses mereka kepada Internet hanya terpaku pada penggunaan Facebook semata Mirani, 2015; Pratiwi, 2015. Apakah tingginya penggunaan media sosial ini berdampak baik terhadap perkembangan 133Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava Janitraaktivisme? Tentunya hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut, namun, jika melihat apa yang terjadi selama periode satu dekade ke belakang, riset-riset dari Merlyna Lim memperlihatkan bahwa kesuksesan aktivisme yang diperantarai oleh media sosial ternyata masih sangat terbatas Lim, 2013. Media sosial juga justru berpotensi menimbulkan simpul-simpul yang mempertebal fanatisme pada ketokohan politik dan memperkuat polarisasi di masyarakat Lim, 2017, dan juga dipercaya sebagai salah satu penyebab munculnya beragam berita palsu dan hoaks Ipsos-CIGI, 2019. Selain itu, melihat berbagai peristiwa politik di Indonesia, dapat dikatakan bahwa meskipun di satu sisi media sosial dapat menjadi perantara dari munculnya gerakan politik yang kreatif dan berbasiskan relawan, namun di sisi lain media sosial juga memiliki peran signiîżkan dalam munculnya kampanye politik berbasiskan îżtnah, disinformasi, dan hoaks Kaur et al., 2018; Nadzir, Seftiani, & Permana, 2019.Kesenjangan akses tidak hanya terkait dengan infrastruktur. Kesenjangan dalam hal kemampuan pemanfaatan teknologi juga masih terjadi di Indonesia. Penggunaan berbagai teknologi digital akan dapat menghasilkan suatu hal yang substansial apabila diimbangi dengan kesadaran masyarakat bahwa teknologi digital tidak hanya dapat digunakan dalam urusan hiburan dan perekonomian semata, namun juga dapat berguna sebagai alat yang dapat meningkatkan peran mereka sebagai warga negara. Kesadaran ini tentu akan sulit terwujud dalam kondisi masyarakat yang masih terkendala akses pendidikan yang tidak merata, karena secara rata-rata tingkat literasi masyarakat di Indonesia masih tergolong rendah Aprionis, 2019. Semakin masyarakat memiliki tingkat literasi yang tinggi maka idealnya mereka akan semakin menyadari bahwa media digital dapat digunakan untuk berbagai hal lain yang lebih substansial berpengaruh pada kehidupan ini juga secara spesiîżk berkaitan dengan tingkat literasi digital. Sayangnya, di Indonesia masih belum ada pemetaan sistematis tentang tingkat literasi digital dan di sisi lain, upaya untuk meningkatkan hal ini di Indonesia masih dinilai sporadis, tidak terkoordinasi dengan baik, dan tidak didukung maupun menghasilkan data yang dapat ditelaah lebih lanjut Kurnia & Astuti, 2017. Selain bentuk pengukuran statistik yang umum dipublikasikan seperti jumlah pengguna internet dan pengguna media sosial, dibutuhkan pula data terkait penggunaan media digital yang dapat langsung berdampak pada gerakan masyarakat sipil di Indonesia. Laporan terkait adopsi teknologi digital pada beragam organisasi masyarakat sipil di berbagai daerah di Indonesia 134 Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava Janitraseperti yang telah dilakukan oleh Nugroho Nugroho, 2011 perlu untuk dibuat kembali dalam kondisi terkini. Pemetaan ini menjadi krusial untuk memperlihatkan sejauh mana teknologi digital memang nyata memfasilitasi beragam gerakan sosial dan aktivisme, dan sekaligus memperlihatkan seperti apa peta permasalahan terkait aksesibilitas teknologi secara riil Nugroho, 2011; Nugroho & Syarief, 2012. Gambaran ini juga diperlukan untuk mengingatkan bahwa aktivisme digital adalah praktik yang dapat dilakukan seluruh masyarakat sipil dalam upaya untuk memperkuat demokrasi, dan bukan hanya milik masyarakat yang berada pada kota-kota besar yang ada di pulau Jawa. Selanjutnya, konsep kedua yang akan diulas adalah terkait faktor visibilitas dan popularitas dalam aktivisme digital. Saat ini, berbagai praktik aktivisme digital memiliki berbagai tantangan agar tetap dapat menjadi gerakan yang berkelanjutan. Selain tantangan terkait aksesibilitas infrastruktur, dalam konteks ini, logika, taktik, dan strategi terkait visibilitas menjadi salah satu hal krusial dalam praktik aktivisme. Bentuk aktivisme paling nyata terlihat dari produksi, distribusi, sirkulasi, maupun ampliîżkasi konten dalam berbagai platform digital seperti media sosial, yang dilakukan para aktivis yang terlibat dalam suatu gerakan. Seperti halnya praktik komunikasi digital yang dilakukan secara komersial, strategi komunikasi untuk aktivisme digital juga harus memastikan faktor âtingkat keterlihatanâ yang dapat menghasilkan tingkat keterlibatan yang tinggi. Visibilitas adalah tingkat keterlihatan, tingkat kejelasan, dan bagaimana sebuah aktivisme bisa memiliki nilai tambah, keunikan, dan hal-hal lain yang membuatnya âmenonjol dari yang lainâ Hutchinson, 2019. Visibilitas berkaitan dengan popularitas. Pada platform digital seperti media sosial, kepopuleran konten sebagian besar âdihitungâ, diukur dan dievaluasi dengan berbagai metrics yang tersedia. Metrics yang ada ini pun sebagian besar berdasarkan orientasi pada nilai komersial. Konten yang populer akan berguna bagi keberlangsungan penghasilan utama media sosial, yaitu terkait dengan pendapatan iklan. Oleh karena itu, para pelaku aktivisme digital sejak awal harus memiliki kesadaran bahwa teknologi yang mereka gunakan dalam praktik aktivisme memang tidak didesain untuk kepentingan publik. Lewat penggunaan sistem rekomendasi dan mekanisme algoritme, konten di media sosial yang populer memiliki tingkat keterlihatan atau visibilitas lebih tinggi dibandingkan dengan berbagai permasalahan publik. Selain itu, bagaimana algoritme melakukan âpenilaianâ terhadap sirkulasi konten yang ada di media sosial juga dianggap bermasalah karena pada akhirnya konten dan informasi yang terkait dengan gerakan 135Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava Janitrasosial, memiliki nilai-nilai perubahan sosial, dan dalam hal ini dapat dikatakan memiliki dampakâ baik, bisa saja dinilai sama ataupun lebih rendah dibandingkan konten hiburan yang bombastis dan sensasional, ataupun pesan-pesan misinformasi dan disinformasi. Hal ini juga terjadi karena belum ada mekanisme moderasi konten yang 100% efektif untuk menilai âpotensiâ dampak baik dan buruk dari sebuah konten Lee, 2018. Mekanisme rekomendasi ini didesain untuk membantu pengguna media sosial menemukan dan mengakses konten yang berpotensi mereka sukai. Dari waktu ke waktu, bagaimana mekanisme ini bekerja seringkali tidak sepenuhnya transparan, dan strategi digital yang telah dirancang oleh seorang aktivis untuk memaksimalkan praktik aktivisme digital mereka harus terus menerus menyesuaikan perubahan algoritme yang terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, media sosial dalam konteks aktivisme digital kerap dicitrakan sebagai wadah yang demokratis. Misalnya saja, platform ini menjanjikan bahwa semua suara dari masing-masing pengguna media sosial dikatakan memiliki ânilaiâ yang sama. Meskipun demikian, pada praktiknya seperti telah dipaparkan dalam penjelasan sebelumnya, algoritme tidak melakukan penilaian tiap pengguna media sosial dengan prinsip visibilitas ini, mesin di balik media sosial akan bekerja untuk mencari pengguna yang mampu menarik âperhatianâ lebih banyak daripada yang lain. Perhatian juga akan berpotensi melahirkan berbagai bentuk keterlibatan engagement, dan pada akhirnya menghasilkan konten yang bersifat viral. Oleh karena itu akan selalu ada pengguna yang memiliki nilai sebagai âpower userâ atau âinîuencerâ dan dianggap mampu membuat jagat digital menjadi âramaiâ. Mekanisme algoritme dengan demikian akan lebih mementingkan konten-konten yang dihasilkan oleh para pengguna ini. Logika inilah yang secara inheren memperlihatkan adanya hierarki pengguna, dan dianggap tidak sesuai akan janji mengenai ruang yang lebih demokratis di media sosial Dijck & Poel, 2013.Aktivisme digital yang berhasil menarik perhatian pada khalayak yang tepat akan berujung pada keberhasilan gerakan itu dalam mengumpulkan dan mengampliîżkasi âperhatianâ pada isu-isu sosial tertentu. Meskipun demikian dalam konteks ini, menjadi populer dan memiliki khalayak yang besar harus dilanjutkan dengan pengelolaan khalayak sebagai salah satu sumber daya yang penting. Praktik pembuatan basis data khalayak, pembuatan program komunikasi, edukasi, dan interaksi yang lebih rutin dan personal, pengelolaan komunitas dan jaringan untuk terlibat lebih lanjut dalam gerakan, hingga kemampuan untuk mengelola keterlibatan 136 Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava Janitrakhalayak yang berkelanjutan adalah sisi lain dari praktik aktivisme digital yang juga harus diperhatikan secara seksama Karpf, 2018. Visibilitas gerakan dan konten yang dapat membawa popularitas semestinya tidak menjadi tujuan utama dari sebuah strategi aktivisme digital, karena strategi yang dilakukan dengan melulu mengikuti logika algoritme media sosial berpotensi menjadikan praktik aktivisme menjadi tidak otentik, dan bahkan berpotensi menimbulkan reaksi negatif dari publik secara umum, maupun dari para pendukung gerakan tersebut. Akan tetapi, mengacuhkan faktor visibilitas dan popularitas dalam aktivisme pun bukanlah sebuah keputusan yang bijak, karena âPopularitas konten dapat menunjukkan tidak hanya peningkatan visibilitas, tetapi juga bagaimana konten ini terhubung ke âkekuasaanâ - faktor penting bagi kelompok dan individu yang aktif secara sosial dan terlibat dalam urusan [masyarakat] sipil, [dan isu-isu] publik saat iniâ Hutchinson, 2019, hal. 5. Selain itu, terkait dengan visibilitas dan popularitas, para pelaku aktivisme digital juga harus mulai menerjemahkan konsep dan relevansi âmetricsâ dan âkey performance indicatorsâ dari konteks komunikasi dan interaksi digital yang sebagian besar mengacu pada praktik komunikasi dan interaksi digital yang lebih bersifat komersial. Dalam hal ini, penting untuk memahami bagaimana mengevaluasi âkeberhasilanâ dari sebuah praktik aktivisme digital selain dari konteks teknologi namun juga dari berbagi dampak riil nya kepada masyarakat yang terkait dengan gerakan bagian terakhir akan memberikan paparan terkait konsep ekosistem dalam aktivisme. RodrĂguez, Ferron, & Shamas 2014 memberikan pengamatan mereka bahwa riset terkait aktivisme yang terlalu berfokus pada âkecanggihanâ dan peran teknologi beresiko mengabaikan berbagai faktor sosial-politik dan historis, yang terkait dengan manusia sebagai agency atau piha yang aktif dalam praktik aktivisme. Riset tentang aktivisme dalam perspektif komunikasi untuk perubahan sosial perlu membahas hal mendasar terkait konteks historis, kompleksitas proses komunikasi, analisis ekonomi politik terkait teknologi digital, dan akhirnya, selalu mencoba memposisikan kebaruan atau keberlanjutan posisi riset dalam kaitannya dengan berbagai literatur yang ada dalam bidang komunikasi dan perubahan sosial RodrĂguez et al., 2014. Selain itu, berbagai paparan yang telah dieksplorasi sebelumnya tidaklah mengatakan bahwa tujuan dan strategi yang harus disusun dalam sebuah aktivisme digital harus melulu berkaitan dengan visibilitas, popularitas, dan viralitas. Praktik aktivisme digital tidak hanya terkait dengan teknologi sebagai sebuah âalatâ dan âperangkatâ dalam aktivisme, namun praktik 137Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava Janitraini akan selalu bersentuhan dengan ekosistem dimana praktik tersebut terjadi. Tidak mungkin ada bentuk aktivisme digital yang dapat meraih, dan akan diterima semua pihak. Akan tetapi, tentu patut menjadi perhatian bahwa kegiatan aktivisme harus dirancang sedemikian rupa secara strategis untuk sedari awal dimunculkan, tumbuh dan berkembang dalam sebuah ekosistem yang tepat, sehingga gerakan dan pesan yang dilakukan dapat menjangkau pihak-pihak yang relevan dalam sebuah isu tertentu, tidak hanya pada khalayaknya, namun juga pada pihak-pihak yang berperan sebagai intermediaries perantara dalam sebuah jaringan. Dalam tiap-tiap tahapan ini, tujuan dan sasaran yang spesiîżk dan dapat diukur secara konkret seperti halnya sebuah kampanye atau komunikasi pemasaran komersial juga perlu untuk disusun dengan tepat. Hutchinson Hutchinson, 2019, misalnya, menekankan konsep micro-platformization yang menekankan bahwa peran dan kemampuan social inîuencers, pihak agensi digital, dan pihak media arus utama menjadi krusial, agar pesan terkait aktivisme dapat menyebar secara lintas spektrum media Hutchinson, 2019. Konsep micro-platformization dapat menjadi pertimbangan dari praktik aktivisme. Dalam artian, riset-riset sebelumnya terkait peran teknologi digital dalam membantu organisasi masyarakat sipil melakukan aktivisme lebih melihat praktik aktivisme dilakukan secara mandiri, ataupun hanya menyentuh kalangan sesama organisasi itu sendiri Lim & Nugroho, 2011; Nugroho, 2011. Masih jarang ditemukan kajian terkait praktik aktivisme yang kemudian mengaitkan bagaimana masyarakat sipil secara strategis dapat memperluas jangkauan aktivisme dengan menggunakan jaringan maupun melakukan kerjasama dengan organisasi yang mungkin tidak secara langsung berkaitan dengan organisasi masyarakat sipil atau lembaga swadaya masyarakat. Perlu misalnya, membuka kemungkinan bagi aktivis untuk melakukan kolaborasi secara strategis dengan pihak konsultan komunikasi ataupun dengan organisasi lain yang mungkin lebih bergerak pada tujuan komersial. Selain itu, tidak ada salahnya bagi para pelaku aktivisme digital untuk lebih mempelajari bagaimana mekanisme komunikasi pemasaran yang lebih komersial dilakukan, bukan untuk lalu ditiru secara mentah, namun untuk lebih mengadopsi hal-hal yang dapat membantu mencapai tujuan aktivisme mereka, misalnya dalam berbagai hal yang bersifat teknis seperti strategi pengumpulan dan pengelolaan data digital secara lebih efektif dan eîżsien, perancangan pesan komunikasi, pembuatan desain pesan, pengukuran dampak dari pesan komunikasi, dan lain sebagainya. Dalam sebuah organisasi 138 Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava Janitramasyarakat sipil, yang kerap memiliki kesulitan dalam bidang sumberdaya manusia, program-program peningkatan kapasitas dalam hal komunikasi digital tentu menjadi hal yang mutlak diperlukan, agar orang-orang yang berada dalam organisasi tersebut dapat lebih paham tentang seluk beluk dari ekosistem digital yang bersifat riil Rahmawan, 2018.Selain itu, ekosistem aktivisme juga dapat dieksplorasi secara lebih mendetail dengan konsep âRoots, Routes, and Routersâ atau âakar, rute, dan routerâ Lim, 2018 untuk menggambarkan tiga mekanisme besar yang harus diperhatikan dalam analisis mengenai aktivisme digital. Yang pertama, âRootsâ ialah penggalian akar permasalahan sosial ditelisik dari faktor historis dan kontekstual. Istilah âakar masalah iniâ biasanya digunakan untuk menggambarkan hal terdalam yang menjadi pemicu sebuah kejadian berantai di masyarakat Lim, 2018. Dalam kasus terjadinya berbagai gerakan sosial di masyarakat, akar penyebab ini juga adalah bagian fundamental yang dapat menjelaskan terjadinya perilaku kolektif yang bersifat khas. Para pengkaji aktivisme sepakat bahwa mengungkap akar masalah yang menjadi penyebab tindakan kolektif dan gerakan sosial adalah penting, meskipun dalam praktiknya, tetap saja akan sulit membangun hubungan sebab akibat antara gerakan dan akar penyebabnya. Hal yang kemudian secara logis dapat dilakukan adalah mengurai beberapa akar permasalahan yang tersembunyi dan saling kait mengait alih-alih memfokuskan analisis pada hal-hal yang populer atau tampak di permukaan. Selanjutnya, Lim juga menjelaskan tentangâRoutesâ atau kompleksitas komunikasi, media, dan ruang-ruang yang digunakan dalam sebuah gerakan sosial, bagaimana âideâ tentang gerakan muncul, mengkristal, berkembang, menyebar dan menjadi gerakan yang nyata Lim, 2018. Dalam hal ini Lim menyatakan bahwa gerakan sosial sering menjadi terlihat ketika mereka terwujud dalam ruang publik dalam bentuk protes massa dan menjadi bagian dari liputan media seperti terekam dalam gambar 1 di bawah ini. Setelah gerakan kolektif ini muncul dan menampilkan âkekuatanâ nya, baik jurnalis maupun akademisi cenderung Sumber 1 Aksi demonstrasi mahasiswa pada 23-25 September 2019. Kegiatan ini ramai dengan tagar ReformasiDikorupsi 139Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava Janitraberusaha untuk meneliti apa yang terjadi di permukaan untuk kemudian mencari penyebab atau pemicu gerakan tersebut. Hal ini, menurut Lim, kerap secara keliru menganggap bahwa suatu gerakan dimulai hanya ketika ia terlihat. Gerakan sosial jarang muncul hanya dalam satu kejadian dalam ruang yang bersifat tunggal. Sebuah gerakan sosial dapat muncul, tumbuh, dan mempertahankan dirinya, menyebar secara kolektif dalam berbagai ruang dan kejadian. Bahkan seringkali berbagai ide kolektif tentang gerakan muncul dalam ruang-ruang tertutup maupun tersembunyi, dan luput dari pengamatan publik. Hal inilah yang juga kemudian membuat sebuah gerakan sosial yang bersifat bottom-up dan memiliki skala besar dapat terdiri dari beragam gerakan kecil yang terjalin dalam sebuah irama pergerakan kolektif, dengan berbagai rute atau jalur gerakan yang saling berkelindan, dan seringkali tanpa adanya sebuah dirigen tunggal yang mengatur gerakan secara struktur dan Lim mengedepankan konsep tentang âRoutersâ sebagai konektivitas, aktor dan jaringan, bagaimana infrastruktur teknologi komunikasi seperti kombinasi antara yang digital dan analog, peran manusia dan mesin, serta interaksi dan peran media yang tradisional konvensional maupun kontemporer dalam sebuah pergerakan sosial Lim, 2018. Dalam konteks teknologi, router menghubungkan dua atau lebih jalur data dari jaringan komputer yang berbeda. Dalam konteks gerakan sosial, analogi router digunakan untuk memperlihatkan terjadinya koneksi di antara berbagai jaringan sosial dan bagaimana berbagai pesan, narasi, dan simbol resistensi, diteruskan bersamaan dengan sentimen dan emosi yang melekat pada pesan-pesan tersebut. Dalam aksi langsung yang bersifat oîżŸine, kerumunan massa, aksi teatrikal, poster, dan artefak lainnya adalah âpesanâ yang tidak hanya berguna pada saat aksi itu berlangsung namun juga dari bagaimana dokumentasi terkait hal-hal tersebut tersirkulasi secara luas dalam dunia sisi lain, bagaimana pesan politik dalam bentuk meme yang sebelumnya menjadi âbahasaâ yang hanya ada di dunia digital, dapat kemudian berpindah menjadi artefak seperti poster dalam kegiatan luring atau oîżŸine. Selain itu, peran media tradisional dan media digital secara langsung juga akan berkaitan dengan bagaimana praktik aktivisme dapat dibingkai misalnya menjadi positif atau negatif dan menjadi pembahasan oleh publik yang lebih luas. Apa yang dianggap sebagai âkewajaranâ dalam komunikasi online belum tentu akan dapat diterima dengan cara yang sama secara oîżŸine dan juga sebaliknya. Apa yang terjadi dalam lingkup oîżŸine bisa saja diceritakan dengan berbeda dalam dunia online. Kerumunan warga dapat memberikan interpretasi akan 140 Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava Janitraadanya âsuara rakyatâ dan âproses demokrasiâ, dan di sisi lain bisa menimbulkan interpretasi terkait âkerusuhanâ dan âsituasi tidak amanâ. Praktik aktivisme pada akhirnya akan berada dalam ruang publik yang terbuka dengan beragam interpretasi. Sehingga aktivisme pada akhirnya selalu harus dikelola dengan berbagai pertimbangan strategis dan mitigasi risiko yang aktivisme digital telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai gerakan sosial yang diperantarai teknologi digital dengan bentuk dan tujuan yang berbeda-beda telah muncul dan dibicarakan dalam ruang publik. Meskipun demikian, para akademisi pengkaji aktivisme digital terus mengingatkan bahwa analisis terkait aktivisme digital tidak dapat hanya menggunakan perspektif determinisme teknologi semata. Kritik terhadap popularitas aktivisme yang lebih tertuju pada âkecanggihanâ teknologi digital juga sekaligus menolak persepsi bahwa keunggulan aktivisme digital hanya dapat terlihat pada âhasilâ aktivisme seperti gerakan dan demonstrasi besar yang kemudian diliput secara luas oleh media arus utama. Dengan menggunakan metode penelusuran kajian pustaka dan mengulas beberapa literatur kunci terkait aktivisme digital, penelitian ini memaparkan konsep-konsep penting yang dapat digunakan sebagai landasan dalam melihat praktik aktivisme digital di Indonesia, yaitu terkait dengan aksesibilitas, visibilitas, popularitas dan ekosistem aktivisme. Aksesibilitas melihat dari segi kompleksitas ketersediaan infrastruktur digital maupun dari kesiapan masyarakat dalam terpaan berbagai praktik aktivisme. Visibilitas dan popularitas mengulas bagaimana praktik aktivisme digital terutama akan selalu berkaitan dengan logika seperti algoritme dan metrics sebagai âmesinâ di belakang media digital. Dalam konteks ini juga diperlukan penyesuaian antara bagaimana membuat aktivisme dapat âterlihatâ visible dan âpopulerâ pada khalayak yang tepat tanpa menghilangkan esensi dan substansi dari aktivisme tersebut. Terakhir, tentunya sangat penting untuk melihat aktivisme secara komprehensif dan holistis, dengan tidak hanya memperhatikan teknologi, namun juga faktor kondisi sosial dan budaya serta konteks historis dari aktivisme dan berbagai gerakan sosial yang muncul, berkembang dan menyebar di masyarakat. Berbagai hal yang telah dipaparkan di atas tentu dapat menjadi bagian dari kajian akademis yang perlu dieksplorasi secara mendalam, tidak hanya oleh para pengkaji aktivisme, namun juga oleh para aktivis itu sendiri. Konsep aksesibilitas, visibilitas, popularitas dan ekosistem aktivisme 141Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava Janitradapat memberikan gambaran terkait peluang, hambatan, dan tantangan dalam rangka membangun gerakan sosial oleh masyarakat sipil dalam negara demokrasi seperti Indonesia. DAFTAR PUSTAKAAprionis. 2019. Mendikbud akui tingkat literasi Indonesia masih rendah - ANTARA News. Diambil 21 Juli 2019, dari Antaranews website S. 2013. Studi pengukuran digital divide di Indonesia. Buletin Pos dan Telekomunikasi, 114, 281. Pusat Statistik. 2018. Perkembangan indeks pembangunan teknologi informasi dan komunikasi IP-TIK. Diambil dari Badan Pusat Statistik website J. van, & Poel, T. 2013. Understanding social media logic. Media and Communication, 11, 2â14. N. 2017. Indonesiaâs digital economy will thrive as small businesses come online, says govât. Diambil 10 Oktober 2018, dari Tech In Asia website L., Hove, T., & Rojas, H. 2006. The networked public sphere. Javnost - The Public, 134, 26. Diambil dari P. 2017. From cyber-autonomism to cyber-populism an ideological analysis of the evolution of digital activism. tripleC Communication, Capitalism & Critique. Open Access Journal for a Global Sustainable Information Society, 152, 477â489. A. 2018. Bridging Indonesiaâs digital divide rural-urban linkages? Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 221, 17. J. 2019. Micro-platformization for digital activism on social media. Information, Communication & Society, 00, 1â17. 2019. Cigi-ipsos global survey internet security & trust 2019 part 3 social media, fake news & algorithms. Paris M. Ed.. 2010a. Digital activism decoded the new mechanics of change. New York International Debate Education M. 2010b. Introduction how to think about digital activism. In M. Joyce Ed., Digital Activism Decoded The New Mechanics of Change hal. 1â14. New York, NY International Debate Education D. 2016. Analytic activism digital listening and the new political strategy. New York Oxford University D. 2018. Analytic activism and its limitations. Social Media and Society, 41. K., Nair, S. S., Kwok, Y., Kajimoto, M., 142 Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava JanitraChua, Y. T., Labiste, M. D., ⊠Thanh, L. T. 2018. Information disorder in Asia. In M. Kajimoto & S. Stanley Ed., Information Disorder in Asia Overview of misinformation ecosystem in India, Indonesia, Japan, the Philippines, Singapore, South Korea, Taiwan, and Vietnam. Hong Kong The University of Hong N., & Astuti, S. I. 2017. Peta gerakan literasi digital di Indonesia studi tentang pelaku, ragam kegiatan, kelompok sasaran dan mitra. INFORMASI, 472, 149â M. K. 2018. Understanding perception of algorithmic decisions Fairness, trust, and emotion in response to algorithmic management. Big Data and Society, 51, 1â16. M. 2003. From war-net to net-war The internet and resistance identities in indonesia. International Information and Library Review, 352â4, 233â248. M. 2013. Many clicks but little sticks social media activism in Indonesia. Journal of Contemporary Asia, 434, 636â657. M. 2017. Freedom to hate social media, algorithmic enclaves, and the rise of tribal nationalism in Indonesia. Critical Asian Studies, 493, 411â427. M. 2018. Roots, routes, routers communications and media of contemporary social movements. Journalism & Communication Monographs, 202, 92â M. 2019. Disciplining dissent Freedom, control, and digital activism in Southeast Asia. In R. Padawangi Ed., Routledge Handbook of Urbanization in Southeast Asia hal. 478â494. London M., & Nugroho, Y. 2011, September. Introduction to the special issue on social implications of the icts in the Indonesian context. Internetworking Indonesia Journal, Vol. 3, hal. 1â L. 2015. Diï”erent worlds millions of Facebook users have no idea theyâre using the internet. Diambil 12 Maret 2015, dari Quartz website I., & Karimah, K. El. 2018. Chinese harmony communication theory kompetensi komunikasi untuk keseimbangan hidup. Jurnal Manajemen Komunikasi, 31, 97â I., Seftiani, S., & Permana, Y. S. 2019. Hoax and misinformation in Indonesia insights from a nationwide survey. Perspective, 92, 1â12. Diambil dari S., Puthiya, P. S., & Sumandro, C. Ed.. 2015. Digital activism in Asia reader. Diambil dari Y. 2011. ksi Warga Kolaborasi, demokrasi partisipatoris dan kebebasan informasi â Memetakan aktivisme sipil kontemporer dan penggunaan media sosial di Indonesia. Manchester dan Jakarta MIOIR dan Y., Putri, D. A., & Laksmi, S. 2012. Memetakan lansekap industri media kontemporer di Indonesia. Jakarta Centre for Innovation Policy and Y., Siregar, M. F., & Laksmi, S. 2012. Memetakan kebijakan media di 143Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava JanitraIndonesia. Jakarta Centre for Innovation Policy and Y., & Syarief, S. S. 2012. Beyond click activism? New media and political processes in contemporary Indonesia. Diambil dari Friedrich-Ebert-Stiftung website J., & Saputro, K. 2017. Digital activism in contemporary Indonesia victims, volunteers and voices. In E. JurriĂ«ns & R. Tapsell Ed., Digital Indonesia Connectivity and Divergence hal. 127â145. Singapore ISEAS H. 2015. Many people, including Indonesians, still consider facebook as more popular than internet. Diambil 26 Mei 2016, dari Daily Social website S. W. 2019. Model pemrosesan informasi Gregory Bateson dalam pendekatan sibernetis. Jurnal Manajemen Komunikasi, 41, 104â123. Diambil dari D. 2018. Opportunities and challenges of digital media utilization for youth activism in Indonesia. In S. W. Priyadharma, I. Mirawati, & N. M. Hartoyo Ed., Indonesian Media and Social Transformation Reports from the îżeld hal. 221â242. Bandung BITREAD Anandan, Sipahimalani, R., Saini, S., Aryasomayajula, S., & Smittinet, W. 2018. e-Conomy SEA 2018 Southeast Asiaâs internet economy hits an inîection point. Diambil dari Think with Google APAC website C., Ferron, B., & Shamas, K. 2014. Four challenges in the îżeld of alternative, radical and citizensâ media research. Media, Culture and Society, 362, 150â166. K. 2014. No electricity in Indonesia, but thereâs Facebook. Diambil 1 Oktober 2018, dari Marketplace website 2012. Twitter reaches half a billion accounts More than 140 millions in the Diambil 10 Juni 2017, dari Semiocast website A. 2017. Netizenship, activism and online community transformation in Indonesia. Singapore Palgrave F. 2019. What motivates digital activism? The case of the Save KPK movement in Indonesia. Information Communication and Society, 1â16. E., Jeppesen, S., & Mattoni, A. 2017. Comparing digital protest media imaginaries anti-Austerity movements in Greece, Italy & Spain. tripleC Communication, Capitalism & Critique. Open Access Journal for a Global Sustainable Information Society, 15, 404â422. 144 Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 2, April 2020, hlm. 123-144Strategi aktivisme digital di Indonesia aksesibilitas, visibilitas, popularitas, dan ekosistem aktivismeDetta Rahmawan, Jimi Narotama Mahameruaji, Preciosa Alnashava JanitraWahyuni, H. I. 2013. Kebijakan âMedia Baruâ Di Indonesia Harapan, Dinamika, dan Capaian Kebijakan âMedia Baruâ di Indonesia. Yogyakarta Gadjah Mada University Press. ... Dalam hal ini diperlukan sebuah strategi agar partisipasi politik masyarakat dapat efektif. Strategi dalam aktivisme bertujuan untuk menciptakan visibilitas atau tingkat keterlihatan yang tinggi sehingga diharapkan dapat menciptakan peluang partisipasi politik yang lebih besar Rahmawan et al. 2020. Lebih lanjut, penelitian Detta Rahmawan dkk 2020 melihat bahwa tingkat keterlihatan yang tinggi memiliki partisipasi politik yang tinggi juga, para aktivis memiliki kesadaran bahwa untuk mendapatkan partisipasi politik yang tinggi maka diperlukan sebuah strategi yang dirancang sedemikian rupa agar tujuan-tujuan yang telah dibuat dapat terus hidup dan dilestarikan oleh masyarakat. ...... Penelitian Yamamoto dkk 2020 menjelaskan bahwa salah satu dorongan yang menciptakan partisipasi politik masyarakat di media sosial adalah sirkulasi berita online, informasi politik dan diskusi online. Berdasarkan beberapa penelitian mengenai aktivisme digital melihat peran penting berita online dalam menciptakan partisipasi politik yang lebih tinggi Hasna 2022;Rahmawan et al. 2020;Zubaidi et al. 2020. Dalam penelitian Sofia Hasna 2022 menjelaskan bahwa partisipasi politik di media sosial erat kaitannya dengan demokrasi informasi, lebih lanjut Hasna menjelaskan bahwa individu atau kelompok dapat berubah dari seorang pembaca menjadi memproduksi informasi. ...... Aspek berita online menjadi cara efektif yang ditempuh oleh para aktivis di Indonesia dalam memberikan informasi mengenai isu yang sedang diperjuangkan. Namun, dalam praktiknya sebaran berita online di media sosial tidak hanya disuplai oleh para aktivis, hal ini yang memungkinan adanya informasi palsu hoax dalam berita online Rahmawan et al. 2020. Untuk mengatasi hal tersebut, Mossberger dkk 2008 menjelaskan bahwa diperlukan literasi digital yang baik sehingga individu dapat memilah informasi yang benar dan salah. ...Dicky ZakariaAktivisme digital tidak hanya soal keberhasilan dalam memobilisasi massa. Salah satu aspek menarik untuk dikaji dalam aktivisme digital adalah aspek edukasi publik. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat aktivisme digital sebagai praktik kewargaan digital yang mampu menjadi sarana edukasi publik. Penelitian ini menggunakan kerangka konsep Mossberger dkk tentang partisipasi politik sebagai kewargaan digital. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif dengan studi literatur. Terdapat sepuluh literatur relevan yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa masyarakat sipil dan para aktivis berpartisipasi politik dalam tiga aktivitas yaitu diskusi di ruang obrolan, akses berita online, dan private message. Ruang obrolan dan private message adalah ruang diskusi publik yang membuat diskursus terus hidup dan banyak diperbincangkan, sedangkan akses berita online memiliki peran penting dalam menciptakan masyarakat yang informatif sehingga dapat berpartisipasi dalam ruang obrolan atau private message. Individu atau kelompok dapat menjadi aktor yang memproduksi atau bahkan menerima informasi tersebut. Partisipasi politik membuka jalan terciptanya edukasi publik, hal tersebut akan menjembatani persebaran informasi secara masif. Akses informasi reguler yang dimiliki oleh masyarakat menciptakan pengetahuan dan menjadi mitra diskusi kritis bagi sesama pengguna media sosial. Meski begitu, dalam aktivisme digital masih memiliki kemungkinan terdapat informasi palsu hoaks. Dalam hal ini, aktivis berperan sebagai pihak yang meluruskan disinformasi yang beredar, selain itu pada level individu perlu dibekali keterampilan literasi digital yang baik.... On the other hand, digital politics has multi-interpretive understanding, although the central core of these understandings leads to public space formation in cyberspace Postill, 2012. In understanding online activism, it is necessary to look at the mechanical foundations, contextual factors, values and social structures that generate the activism Rahmawan, 2020. Joyce in Rahmawan, 2020 mentions that the terminology and phrase of "digital activism" is still a matter of academic debate. ...... In understanding online activism, it is necessary to look at the mechanical foundations, contextual factors, values and social structures that generate the activism Rahmawan, 2020. Joyce in Rahmawan, 2020 mentions that the terminology and phrase of "digital activism" is still a matter of academic debate. However, "digital" in this sense is agreed upon as the potential speed, reliability, scale, and low cost that digital technology offers. ...... According to Karpf in Rahmawan et al., 2020, digital technology used in online activism can facilitate to "speak more swiftly and broadly" and to "listen carefully and deeply". However, conventional technology is still needed to disseminate information from social media to people who do not use it. ...Swiny AdestikaThe social movement to reduce plastic use was initiated by the Indonesian Plastic Bag Diet Movement GIDKP. The development of technology and communication through digital media makes conversations and efforts to increase awareness about environmental issues increasingly echoed. This research uses a qualitative research approach with case study research. Data were collected from interviews, observation, and documentation and analyzed inductively through data reduction. The discussion results in this study were that the increase in the use of social media made the flow of information faster. GIDKP has attracted the public's attention with its informative and consistent content and message. The use of main actors and the timing of information broadcast are also consistent. However, closing the gap between the issue and the general individual is still necessary. This research implies that the variety of actors, increasing the frequency of information on digital channels, and combining offline-online activities can be increased to attract greater public attention. Keywords Public Attention, Digital Based, Social Movement, Plastic Bag Diet... Hal tersebut didukung oleh viralitas, yaitu kemampuan untuk menyebarkan informasi dan opini dengan cepat melalui situs jejaring aplikasi media sosial seperti Facebook, Twitter, Myspace, dan Instagram. Adapun empat strategi dari digital aktivism dalam melangsungkan gerakannya Rahmawan et al., 2020, yaitu pertama aksebilitas, digital activism membutuhkan jaringan platform untuk melakukan peredaran informasi dan membentuk konektivitas gerakan. Melalui infrastruktur telekomunikasi, sejumlah masyarakat dapat terhubung satu sama lain secara mudah, saling mengirim dan menerima pesan, dan mengkoordinasikan aksi terpaut sebuah gerakan politik maupun gerakan sosial. ...Farah Liana Ismahani Najamuddin Khairur RijalMuhammad Fadzryl AdzmyThe presence of the MeToo movement is an early sign of a social movement through social networks in voicing injustice over sexual cases that occur in the workplace in the United States. This reseach aims to explain the strategy of the digital campaign of the MeToo movement as a movement to fight for the rights of victims of sexual cases by using qualitative research methods with the concept of Online Social Movement and Digital Activism. The results of this study indicate that the sustainability of the digital campaign of the MeToo movement uses a strategy from digital activism which includes accessibility, namely the MeToo movement chooses a modern campaign method by using social media such as twitter, instagram, facebook, and myspace. Then look at the popularity, namely by using the hashtag MeToo as a frame of movement that is easy to share on social media. Finally, the ecosystem, the outbreak of the MeToo movement has received positive responses from victims and the community thus driving a number of transformations.... Hasil temuan pada penelitian menunjukkan beberapa temuan. Pertama aksesibilitas, aksesibilitas accessibility adalah kemampuan pengguna untuk mengakses informasi dan layanan yang ditawarkan dalam iklan online Bertot et al., 2012;Rahmawan et al., 2020. Istilah aksesibilitas umumnya mengacu pada bagaimana pengguna mengakses situs media sosial. ...Marcelino Santosa Zon VanelPandemi covid-19 masuk dan merubah semua aspek kehidupan di Indonesia salah satunya adalah sektor pariwisata. Dampak pemberlakuan PSBB dengan menurunnya revenue hotel. Namun MG Setos Hotel Semarang mampu bertahan dengan merubah strategi pemasarannya ke bentuk digital marketing. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis strategi digital marketing MG Setos Hotel Semarang dalam meningkatkan revenue di masa pandemi. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pencarian data menggunakan wawancara mendalam, observasi dan survey ke pelanggan. Metode mix method dalam pencarian data diterapkan untuk menguatkan validitas data, selain juga dipergunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan melalui penerapan digital marketing MG Setos Hotel Semarang berhasil menaikan revenue hotel. Pemasaran dilakukan melalui media sosial melalui pengoptimalan pengelolaan akun instagram mgsetoshotel. Kegiatan pemasaran ini di control melalui konten feeds, reels, dan story instagram dan narasi-narasi yang diunggah di instagram mgsetoshotel. Penerapan promosi berbasis digital marketing menitikberatkan pada ulasan tentang kepuasan pelanggan maupun tamu yang menginap. Strategi promosi melalui akun instagram mgsetoshotel berdampak hasil yang positif melalui kenaikan angka revenue.... The development of this technology brings more conveniences and changes in the behavior and ways of decisionmaking made by everyone because if it is properly utilized, technology is able to drive changes in society for the better. Social change can be changed with the application of digital media as a means of information and campaigns to mobilize the community Rahmawan, Mahameruaji, & Janitra, 2020. In this study, the social change movement of the community to better understand the critical point of the halal value of products and the implementation of the business sector has been seen with the management efforts of the Salman ITB Halal Center to inform and persuade the public about the Halal Lecture program carried out through digital media platforms owned by the institution. ...Raditya Pratama PutraIndri Rachmawati Yuristia CholifahThe community can make wise use of the existing communication media as well as the growing communication media. The era of connectivity brought many changes to the communication media which is currently known as digital media. Digital media provides many opportunities and advantages for finding and sharing information. The purpose of this research is to look at the digital communication media used in the Halal Lecture program and to see the digital marketing communication process carried out by the Halal Salman ITB center regarding the Halal Lecture program. The research method used is qualitative with a case study approach. As for the results of this research, the digital information media Instagram is used by the Salman Halal Center ITB to inform and market the Halal Lecture program by paying attention to the elements of the message's purpose. Information and persuasion is conveyed through an e-flyer posted on the official Instagram salmanitb. Not only that, the public also participates in digital marketing through Whatsapp broadcast messages, personal Instagram stories and Whatsapp stories. Ease of access and reach of digital media are benefits that can be obtained by users, therefore digital media can be applied in various fields of activity ranging from education, campaigns, entertainment, to marketing.... The results of research by Kristiyono & Ida 2019 and Rahmawan, et al. 2020 specifically discussed the probability of the use of research methods and several other prerequisites to increase the effectiveness of digital activism strategy. Overall, the articles that became the date for this research used the mixed method. ... Caroline PaskarinaThis article discusses digital activism and democracy in Indonesia, which is analyzed from several research articles published in the journal publications from 2014 to 2020. The objective of this research is to explore the various meanings of digital activism in Indonesia. The assumption is that digital activism is not a universal practice and the use of digital technology can be determined by the context and goals that are to be achieved from such activism. This article uses the scoping study method by exploring journal articles in the international publication database. The results of this research found that six themes portray the practice of digital activism in Indonesia, which are digital activism as 1 a strategy to mobilize support or to initiate social or political movement; 2 an arena to discuss marginalized issues; 3 critique and control of the government; 4 hoaxtivismâ and counter-hoaxtivism; 5 hacktivism; and 6 identity building process. These various meanings show how digital activism became a potential strategy for pro-democracy agents to transform the inherent power nature of the internet. Such provides conditions for further research on digital activism and the strengthening of democracy in Indonesia. Keywords Digital activism, techno-politic, democratization, scoping study, internetORIENTASI MODUL Buku ini disusun untuk menjadi pegangan para pembaca, terutama pegiat literasi media perdamaian dan dialog antaragama sebagai upaya untuk membangun, mempromosikan narasi-narasi damai, HAM, toleransi dan resolusi konflik di media digital. Untuk tujuan ini, buku ini memuat tujuh modul yang dapat dipetakan dalam dua arus besar, yaitu pendalaman pengetahuan dan penguatan kemampuan praktis pada pembangunan narasi damai berbasis digital. Tema-tema yang dipilih adalah seputar internet beserta potensinya terhadap radikalisme agama dan narasi perdamaian, aktivisme digital, etika bermedia sosial, kekerasan berbasis gender online, dan penguatan narasi damai di media sosial. Selain itu, setiap modul disusun secara sistematis yang melingkupi tujuan pembelajaran, indikator pencapaian, waktu, metode, alat-alat dan bahan-bahan yang perlu dipersiapkan sebagai penunjang pembelajaran. Langkah-langkah proses pembelajaran dibuat sederhana, sehingga mempermudah bagi pembaca untuk menerapkannya di lapangan. Setiap modul yang ada dalam buku ini adalah satu kesatuan kajian yang saling berkaitan, namun tetap dapat diajarkan atau dipraktikkan secara terpisah. Materi pertama menjelaskan perbedaan media baru dan tradisional, beserta perbedaan karakter dari masing-masing tipe media. Modul ini juga mendorong pembaca untuk memperkuat tingkat literasi media untuk mempersempit potensi digital gap dan memanfaatkan media baru sebagai ruang dialog damai. Di saat yang sama, modul kedua menitikberatkan pada pemanfaatan teknologi media sosial dan internet secara keseluruhan untuk membangun ruang dialog Dari Hate Speech ke Love Speech x antarumat beragama dan melawan narasi-narasi radikal di dunia digital. Kemudian, modul ketiga mengurai peran media dan potensinya terhadap penguatan radikalisme berbasis digital. Modul ini menunjukkan bahwa teknologi informasi dengan segala kemudahan akses yang ditawarkannya memberikan ruang terbuka bagi kelompok radikal untuk menyebarkan paham mereka dan melakukan rekrutmen anggota baru. Oleh karena itu, modul ini memberikan wawasan kepada peserta pelatihan agar mampu mengidentifikasi gerakan radikalisme berbasis digital. Selanjutnya, modul keempat menggambarkan ajaran-ajaran etika sosial dari berbagai agama yang mengatur etika interaksi sosial dengan sesama manusia. Modul ini juga mengajak peserta pelatihan untuk menjadikan ajaran etika agama landasan etis bagi peserta supaya tidak mudah menyebar pesan yang mengandung ujaran kebencian. Selanjutnya, modul kelima menjelaskan sejarah aktivisme digital dari pertengahan abad kedua puluh hingga saat ini. Modul ini juga mendorong peserta untuk berperan aktif sebagai aktivis digital dengan berbagai aktivitas yang dikenalkan dalam modul pelatihan. Adapun modul keenam memfokuskan kajiannya pada kekerasan berbasis gender online dan menggambarkan perempuan sebagai korban paling rentan dalam kekerasan berbasis online. Modul ini menitikberatkan pada pembangunan kapasitas peserta untuk mengenali indikasi awal pelecehan berbasis digital terhadap perempuan, sekaligus tahapan-tahapan tindakan preventif yang dapat dilakukan oleh perempuan untuk melindungi diri. Selain itu, modul ini juga mendorong peserta untuk menjadi aktor aktif dalam menyuarakan gerakan perdamaian berbasis digital. Dari Hate Speech ke Love Speech Terakhir, modul tujuh melatih peserta untuk mengasah kemampuannya mentransformasikan ujaran kebencian menjadi narasi damai. Modul ini juga menekankan bahwa kebencian yang dibalas dengan kebencian hanya akan menimbulkan kebencian baru. Oleh karena itu, modul ini mendorong peserta untuk membalas ujaran kebencian dengan ujaran damai. Tim penyusun modul ini berharap buku dapat dipraktikkan oleh para pembaca dan peserta pelatihan dengan gamblang. Dengan demikian, mereka dapat memenuhi ruang digital dengan narasi perdamaian dan toleransi SUMMARY âą A survey of nine provinces in Indonesia shows that among the cases of hoax and misinformation, public awareness was highest for three issues-the presence of millions of Chinese labourers in Indonesia, resurgence of the Indonesian Communist Party PKI, and criminalization of the ulama by the government. âą The frequency of access to and the content of hoax and misinformation varied in correlation with educational background, geography, Internet access and local context. âą The more highly educated respondents tend to have higher exposure to hoax and misinformation cases. Similarly, respondents with Internet access are more likely to be familiar with cases of hoax and misinformation than those without such access. However, the data also indicates that higher education and better access to information provide no assurance against being deceived by hoaxes and misinformation. In fact, postgraduate respondents registered higher tendency to believe that the government was criminalising the ulama. âą Misinformation about the presence of millions of Chinese labourers in Indonesia is the most widely believed issue, especially in the urban areas, while the resurgence of PKI is the most widespread hoax in the rural areas. Merlyna LimUrbanized parts of Southeast Asia have been places with the most vibrant digital activism for the past two decades. And, yet, the region has been marginalized from "global accountsâ of the role of digital media and activism that have predominantly emerged in the European and American context, with the exception of the Middle East which gained a temporal prominence immediately after the âArab Springâ. This chapter attempts to sketch a comparative analysis of the relationship between digital media and politics in the region. Due to the diversity of contexts and non-linearity of political change, the question of the roles of digital media in supporting civil society and civic activism has no unequivocal resolution in the abstract. Rather, answers will emerge from the historical and societal experiences in specific local contexts. So, too, vary the realization of the roles of digital media to âliberateâ civil society from the fetters of state control over media and communications as well as from âuncivilâ elements within civil society itself. The distinctive constellations of forces at play underlie dramatically different cultural and sociopolitical configurations among the nation-states of this region. Experiences from Southeast Asia suggest that while digital media can have and has played an important role in political reform, it can equally play the role of furthering social divides. The role cannot be determined by technology itself, but rather by the interplay between technology and society, which while globally influenced is still substantially locally HadiWhile Indonesia is recorded as one of the greatest social media republics in the world, the gap of rural-urban internet access remains a great challenge. As reported in the 2016 Information and Communication Technology ICT Indicators, the number of households with internet access in rural areas is nearly half of those in urban areas; and in a consecutive way. Rather than simply seeing the internet as a medium, this paper discusses the internet as material culture; therefore, it goes beyond the access and focuses on the ways people use the internet to define their culture. From this perspective, this paper draws the two levels of the digital divide of Indonesian rural-urban dwellers. Lack of motivation and limited material access due to social inequality is at the very base of the digital divide. Subsequently, digital skills and usage deepen the digital divide. While splitting people into either rural or urban categories often produces misleading policies, this paper proposes the rural-urban linkages to bridge the digital divide in Indonesia. The rural-urban linkages particularly incorporate the flow of people and information across space as well as the interconnection between sectors, such as agriculture and service. Merlyna LimThis monograph is an interdisciplinary analysis of the complexity of communications and media as they are embedded in the making and development of contemporary social movements, in three parts. The first part, Roots, provides a broad context for analyzing communications and media of contemporary social movements by tracing varied and multifaceted roots of the wave of global protests since 2010. The second part, Routes, maps out the routes that social movements take, trace how communications and media are entangled in these routes, and identify various key mechanisms occurring at various junctures of movementsâ life cycles. The last part, Routers, explores roles of human and nonhuman, fixed and mobile, traditional and contemporary, digital and analog, permanent and temporal routers in the making and development of social movements. These analyses of roots, routes, and routers are mutually intertwined in broadening and deepening our understanding of the complexity of communications and media in contemporary social article presents findings from an empirical study of repertoires of contention and communication engaged during anti-austerity protests by the Indignados in Spain, the precarious generation in Italy, and the Aganaktismenoi in Greece. Drawing on 60 semiÂstructured interviews with activists and independent media producers involved in the 2011 wave of contention, we bring together social movement and communications theoretical frameworks to present a comparative critical analysis of digital protest media imaginaries. After examining the different socio-political and protest media contexts of the three countries translocally, our critical analysis emphasizes the emergence of three different imaginaries in Spain the digital protest media imaginary was technopolitical, grounded in the politics and political economies of communication technologies emerging from the free culture movement; in Italy this imaginary was techno-fragmented, lacking cohesion, and failed to bring together old and new protest media logics; and finally in Greece it was techno-pragmatic, envisioned according to practical objectives that reflected the diverse politics and desires of media makers rather than the strictly technological or political affordances of the digital media forms and platforms. This research reveals how pivotal the temporal and geographical dimensions are when analyzed using theoretical perspectives from both communications and social movement research; moreover it emphasizes the importance of studying translocal digital protest media imaginaries as they shape movement repertoires of contention and communication; both elements are crucial to better understanding the challenges, limitations, successes and opportunities for digital protest media. Fiona SuwanaDigital activism has enormous ability to amplify offline and online civic activism and political participation. In Indonesia, digital activism has successfully supported social and political change in recent years. Motivation is an important component of digital activism that can stimulate movements, and can be determined by access to and use of digital media. This article presents a case study of motivations and digital activism in an online political movement in Indonesia through interviews and focus group discussions with fifty-two n = 52 Indonesian young people activists and students who were familiar with digital media and the Save KPK 2015 movement in Indonesia. It investigates the digital activism of the Save KPK movement and the strategies employed to support the movement. The case study offers a deeper understanding of the Save KPK movement which aimed to support an institution dedicated to eradicating corruption in Indonesia and provides insights into the motivations of activists who digitally supported the political movement. Its findings explore how internal factors such as experience and beliefs fundamentally influenced young Indonesians to participate in the Save KPK movement using digital media, indicating that intrinsic is an important factor in delivering credible information and participating in the movement. Delivering truthful information about the KPK institution through digital media was seen as vital to combat the distribution of misinformation, such as fake news or hoaxes, and reinforce the political participation that helps to sustain Indonesian democracy as well as that of other democratic GerbaudoThe analysis of digital activism has so far been dominated by a techno-determinist approach which interprets the logic of activism and its transformation as directly reflecting the properties of the technologies utilised by activists. This line of interpretatoin has been manifested in the popularity acquired by notions as âTwitter protestâ or ârevolution in the news media and in academic discourse. Moving beyond this reductionist trend, this article proposes an ideological approach to the study of digital activism and its hisstorical transformation, which can better account for the combination of political, cultural and social factors involved in shaping it. I identity two main waves of digital activism, corresponding not only to two phases of technological development of the internet the so-called web and web but also to two different protest waves, the anti-globalisation movement, and the movement of the squares that began in 2011, each with its own dominant ideology. I argue that reflecting the seismic shift in perceptions and attitudes produced by the 2008 crash, and the connected shifts in social movement ideology, digital activism has moved from the margins to the centre, from a countercultural posture to a counterhegemonic ambition. I describe this turn as a transition from cyber-autonomism to cyber-populism as the two defining techno-political orientations of the first and second wave of digital activism. Reflecting the influence of neo-anarchism and autonomism in the anti-globalisation movement cyber-autonomism saw the Internet as an autonomous space where to construct a countercultural politics outside the mainstream. To the contrary cyber-populism, informed by the populist turn taken by 2011 and post-2011 movements, sees the Internet as a âpopular spaceâ, which needs to be appropriated by ordinary citizens, turned away from consumption activities and towards the purpose of popular mobilisation against the neoliberal elites. This shift that substantially modifies the way in which activists conceives of and utilise digital media goes a long way towards explaining the differences in digital activism practices, and their contrasting views of the internet as a tool and site of struggle. g25it6.